Hak Asuh Anak Bagi Perceraian Sebab Istri Murtad Perspektif Maqashid Syari'ah (Studi Kasus Putusan PA Semarang Nomor 1101/Pdt.G/2022/PA.Smg.)

Husna, Nikmatul (2023) Hak Asuh Anak Bagi Perceraian Sebab Istri Murtad Perspektif Maqashid Syari'ah (Studi Kasus Putusan PA Semarang Nomor 1101/Pdt.G/2022/PA.Smg.). Undergraduate thesis, IAIN KUDUS.

[img] Text
1. COVER.pdf

Download (1MB)
[img] Text
2. ABSTRAK.pdf

Download (129kB)
[img] Text
3. DAFTAR ISI.pdf

Download (298kB)
[img] Text
4. BAB I.pdf

Download (468kB)
[img] Text
5. BAB II.pdf

Download (800kB)
[img] Text
6. BAB III.pdf

Download (101kB)
[img] Text
7. BAB IV.pdf

Download (525kB)
[img] Text
8. BAB V.pdf

Download (180kB)
[img] Text
9. DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (213kB)

Abstract

Tanggung jawab mengasuh dan memelihara anak merupakan kewajiban setiap orang tua. Tanggung jawab ini tidak akan lepas sekalipun kedua orang tua telah berpisah. Hadhanah adalah pengasuhan anak laki-laki maupun perempuan yang belum mencapai usia mumayiz atau yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri oleh orang yang berhak mengasuhnya. Permasalah hadhanah sering timbul akibat terjadinya perceraian. Dalam hal terjadinya perceraian anak yang belum mumayiz adalah hak ibunya. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar hukum dan pertimbangan yang digunakan hakim dalam memutus perkara Nomor 1101/Pdt.G/2022/PA.Smg. serta melakukan analisis hukum dalam perspektif maqashid syari’ah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan menggunakan jenis pendekatan kulitatif sehingga hasilnya merupakan deskripsi dan jabaran-jabaran dari hasil penelitian. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa observasi ke Pengadilan Agama Semarang, wawancara kepada Hakim Pengadilan Agama Semarang, dan dokumentasi, serta bahan hukum sekunder yang berbentuk buku maupun jurnal. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa Hakim menggunakan dasar hukum pasal 105 ayat 1 dalam putusan Nomor 1101/Pdt.G/2022/PA.Smg. dikarenakan Majelis Hakim telah mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang terbaik bagi anak. Majelis Hakim menjelaskan bahwa untuk menjamin, melindungi, dan memenuhi hak-hak anak sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka Majelis Hakim menjatuhkan hak asuh anak/hadhanah kepada ibu. Secara hukum normatif menganai hak asuh anak diatur dalam pasal 105 Kompilasi Hukum Islam bahwa anak yang belum mumayiz adalah hak ibunya. Sedangkan menurut empat mahzab dan kitab fiqh dijelaskan bahwa seorang yang berhak mendapatkan hak asuh anak harus memenuhi 7 syarat yaitu berakal, merdeka, beragama Islam, sederhana, amanah, menetap, dan tidak bersuami baru. Dengan alasan serta perimbangan Majelis Hakim demi memberikan rasa keadilan dan menegakkan asas kepentingan yang terbaik bagi anak, maka Majelis Hakim memilih mengedepankan dari segi aspek kebutuhan primer (dharuriyah) bagi anak yang masih dalam masa persusuan dan belum mumayiz. Sekalipun pertimbangan Hakim ini berlainan dengan hukum fiqh yang apabila seorang pemegang hadhanah yang telah murtad maka gugurlah haknya. Namun melihat kondisi kasusitik dalam fakta di pengadilan bahwa anak tersebut masih bayi, masih membutuhkan ASI maka demi kemanfaatan dan pertumbuhan serta perkembangan anak, hak asuh anak tetap pada ibunya karena pada fase ini menjaga perkembangan kesehatan fisik dan kesehatan akal menjadi keutamaan apabila harus berbenturan dengan kemashahatan menjaga akidah anak tersebut.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Contributors:
ContributionContributorsEmail
Thesis advisorKasdi, AbdurrahmanUNSPECIFIED
Thesis advisorNubahai, LabibUNSPECIFIED
Uncontrolled Keywords: Hadhanah, mumayiz, dan murtad
Subjects: Fiqih, Hukum Islam > Hukum Perkawinan (Munakahat) > Menyusui dan Mengasuh/Memelihara Anak
Divisions: Fakultas Syariah > Hukum Keluarga Islam
Depositing User: Perpustakaan IAIN Kudus
Date Deposited: 15 Nov 2023 04:15
Last Modified: 15 Nov 2023 04:15
URI: http://repository.iainkudus.ac.id/id/eprint/11545

Actions (login required)

View Item View Item