Ulya, Ulya (2016) MEWASPADAI KEKERASAN SIMBOLIK DALAM RELASI ORANG TUA DAN ANAK. PALASTREN STAIN KUDUS, 9 (2). ISSN (P-ISSN: 1979-6056; E-ISSN: 2477-5215)
Full text not available from this repository.Abstract
Kekerasan simbolik merupakan istilah Pierre Bourdieu. Dia menunjuk pada kekerasan yang sifatnya laten, tidak disadari, juga tidak dirasakan, baik oleh pelaku maupun korbannya. Kekerasan semacam ini tersebar di mana-mana, termasuk dalam keluarga, seperti antara orang tua dan anak. Dengan dalih mendidik, mendisiplinkan, mengarahkan kepada kebaikan, dan seterusnya, biasanya orang tua, melalui tutur katanya, menggiring anak-anaknya menuju ruang tunggal. Tanpa disadari orang tua telah memaksa anak untuk berpendapat, bersikap atau berperilaku tertentu. Mereka tak diberi kesempatan bersuara, tidak diberi alternatif pilihan-pilihan lain. Akhirnya entah itu dengan perasaan tidak suka, jengkel, merasa terpaksa, mereka cenderung mengikuti tuturan orang tua dengan alasan ketaatan dan takut dicap durhaka. Dalam relasi seperti inilah, baik orang tua maupun anak tidak merasa dalam lingkaran kekerasan. Keduanya memandang relasi yang demikian itu bersifat taken for granted dan seharusnya memang seperti itu. Kekerasan simbolik perlu diwaspadai karena menjadi pintu gerbang yang melahirkan kekerasan-kekerasan lain yang sifatnya lebih nyata. This article explore the symbolic violence in the education of children by parents in their family. Symbolic violence is a latent violence, unconscious, which is not perceived by the perpetrators and the victims. By using critical approach and critical theory of Bourdieu’s symbolic violence, this article find that the parents usually let their children towards a single space to think, to act or behave in certain ways without opportunity to speak or choose another options. Children tend to follow their parents by reason of obedience and fear of being labeled as insubordinate one. In this kind of relationship, both parents and children do not feel a circle of violence. Both looked at the relationship as -taken for granted- thing and should be like that. Symbolic violence should be woried about as a gateway that spawns other kinds of more real violence.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | 300 Ilmu-Ilmu Sosial > Interaksi Sosial 300 Ilmu-Ilmu Sosial > Interaksi Sosial 300 Ilmu-Ilmu Sosial > Interaksi Sosial 300 Ilmu-Ilmu Sosial > 360 Permasalahan Sosial dan Layan Sosial 300 Ilmu-Ilmu Sosial > 390 Adat Istiadat > Adat Istiadat Setempat |
Divisions: | Karya Ilmiah > Artikel Jurnal |
Depositing User: | UPPI STAIN Kudus |
Date Deposited: | 02 Aug 2017 03:36 |
Last Modified: | 02 Aug 2017 03:36 |
URI: | http://repository.iainkudus.ac.id/id/eprint/1658 |
Actions (login required)
View Item |